jeti

Last pray chapter 2

Last pray part 2

 

 

Cast : find by your self 🙂

 

 

Author : simple jeti

 

 

Enjoy this story, many typo

 

 

*****

 

 

 

Dalam gelap, Tiffany merasa tubuhnya melayang. Tiffany merasa penantiannya sudah mencapai batas akhirnya, oh tuhan saat-saat seperti inilah yang ingin dia capai.

 

Tiffany sudah sebatang kara di dunia ini, dia hanya seseorang yang tidak mempunyai orang lain yang mencintainya. Saat sebuah keluarga pun dia tidak punya, saat harapan terakhirnya bahkan tidak menganggapnya lebih berharga dari pada sebuah apel yang busuk. Apalagi yang Tiffany inginkan didunia ini, tidak ada yang bisa diharapkannya.

 

Saat gelap itu perlahan semakin membuatnya terlarut, saat perlahan seluruh tubuh Tiffany perlahan terasa teramat sakit. Bahkan lengannya yang tadinya tidak dapat Tiffany rasakan, sekarang menjadi sakit yang teramat sangat. Tiffany serasa ingin menjerit, tapi hanya erangan lirih yang dapat Tiffany keluarkan.

 

Perlahan Tiffany berfikir tempat apakah ini, kenapa sakitnya teramat sangat tak tertahankan. Apakah Tiffany sekarang berada di neraka?, apakah niatnya untuk bertemu tuhannya sekarang gagal.

 

Apakah dia hanya akan berakhir di dalam lembah kesakitan tanpa ada yang bisa menolongnya, tuhannya pasti murka dengan perbuatan Tiffany.

 

Saat sakitnya semakin tak tertahankan, Tiffany semakin berusaha terbebas dari lembah hitam ini, alam hati Tiffany harus berusaha. Saat perlahan sinar yang awalnya terlihat kecil mulai sedikit demi sedikit membesar, Tiffany semakin berusaha untuk meraih sinar itu. Mungkin tuhannya telah memberi pengampunan untuknya, tetapi tetap saja sakit ini masih terasa menyengat.

 

Saat pandangannya yang sedikit mengabur menangkap sosok putih yang ada dihadapannya, Tiffany berfikir mungkin ini adalah malaikat surga. Saat sebelumnya dia melihat malaikat hitam sebagai malaikat kematian, mungkin ini malaikat surga yang akan mengantarnya kepada tuhannya.

 

Perlahan sosok yang mengabur itu terlihat semakin jelas, wajah yang terlihat mengabur perlahan terlihat kontur wajahnya. Malaikat yang terakhir kali bersosok hitam itu terlihat sangat bercahaya sekarang, terlihat serba putih.

 

Sungguh nyaman rasanya berada di surga, walaupun aroma surga masih terasa seperti di dunia. Walau rasa sakit di sekujur tubuhnya masih terasa menyengat, tetapi Tiffany bahagia dapat terlepas dari semua penderitaan di dunia. Tiffany tidak perlu lagi merasakan hancur dihatinya lagi, karena tuhannya selalu ada di sampingnya.

 

Perlahan Tiffany merasa namanya dipanggil-pangil oleh sang malaikat putih ini, mungkin saja sekarang saatnya Tiffany menghadap sang tuhan.

 

Saat pandangan Tiffany sudah bisa sedikit terfokus dengan sosok malaikat dihadapannya ini, Tiffany semakin bisa melihat ketampanan wajah malaikat itu. Sungguh sangat mencerminkan sosok malaikat sejati, dengan ketampanan yang sangat.

 

“Tiffany… Tiffany. Apa kamu bisa mendengarku”. Ucap sang malaikat.

 

Perlahan Tiffany menganggukkan sedikit kepalanya, sangat pelan sehingga seseorang harus sangat memperhatikan agar dapat menyadari anggukan Tiffany

 

“Syukurlah, tunggu sebentar”. Ucap malaikat putih itu lalu meninggalkan Tiffany dalam keheningan.

 

Tidak lama kemudian, muncul beberapa sosok malaikat putih lainnya. Apa sebenarnya yang akan dilakukan oleh malaikat-malaikat ini, kenapa mereka berlaku aneh. Ada yang sedang menyentuh tangannya, ada yang sedang menyentuh dada atasnya dengan benda dingin. Sungguh aneh seolah mereka sedang memeriksa kondisi Tiffany, mungkin saja sebelum bertemu dengan tuhan Tiffany harus dalam keadaan yang baik batin Tiffany. Tiffany tidak pernah bertemu dengan tuhan sebelumnya jadi Tiffany tidak tahu tentang prosedur-prosedur yang harus dilakukan. Lagi pula ini kali pertama Tiffany merasakan mati.

 

Setelah para malaikat itu berbicara satu sama lain yang Tiffany masih samar terdengar lalu para malaikat itupun pergi meninggalkan Tiffany menyisakan satu malaikat yang pertama kali tadi Tiffany lihat.

 

“Apa yang kamu rasakan saat ini Tiffany?”. Tanya sang malaikat.

 

“Sakit…”.ucap Tiffany lirih

 

Sang malaikat sampai harus mendekatkan telinganya agar mendengar apa yang Tiffany ucapkan, samar-samar tercium aroma dari tubuh sang malaikat. Sungguh harum yang maskulin bagi Tiffany, entah kenapa seperti parfum mahal yang terkadang Tiffany dapat cium dari beberapa orang di sekitarnya.

 

“Bertahanlah Tiffany, efek obat biusnya memang semakin menghilang. Mungkin kamu akan terasa sakit tapi aku akan selalu menemanimu”. Ucap sang malaikat, Tiffany hanya mengangguk pelan.

 

Tunggu sebentar!!!

 

 

Apa kata malaikat ini?, obat bius di bilang?

 

Sejak kapan di surga ada obat bius, sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini.

 

Tiffany yang sebelumnya sempat memejamkan matanya tadi, sekarang membuka matanya dan mencoba memfokuskan pandangannya lagi.

 

Dan saat pandangan Tiffany sudah cukup jelas, Tiffany menatap ke arah malaikat putih itu. Dan yang didapati Tiffany adalah ternyata Tiffany mengenali sosok yang ada di hadapannya kini.

 

Apakah orang ini juga sudah mati sama seperti dirinya, apakah sosok ini kini berubah menjadi malaikat. Sungguh banyak sekali pertanyaan yang ada dibenaknya kini.

 

“Pak manajer?”

 

“Ada apa Tiffany, kamu memerlukan sesuatu?”

 

Tiffany menggelengkan kepalanya. Masih dengan tatapan bingung yang ditujukan kepada sosok dihadapannya ini.

 

“Haus?”. Tanya sosok itu, sungguh malaikat yang sangat perhatian batin Tiffany. Tiffany mengangguk menjawab pertanyaan itu.

 

Perlahan sosok itu menyodorkan gelas yang sudah diberi straw untuk mempermudah Tiffany, dengan sabar sosok itu memberi minum Tiffany. Saat ada air yang menetes di sudut bibir Tiffany, sosok itu pun membersihkannya dengan jemarinya.

 

“Apa yang anda lakukan disini?”. Tanya Tiffany setelah menelan air minumnya.

 

Terlihat wajah sosok itu yang teduh berubah menjadi terkejut dan sekarang terlihat bersalah. Sungguh membuat Tiffany bingung.

 

“Maafkan aku Tiffany, kemarin aku tidak fokus ke jalan karena hujan yang sangat deras. Tiba-tiba saja kamu menyeberang, dan semua ini akhirnya terjadi”. Ucap sosok tu dengan raut wajah yang tetap bersalah.

 

Tiffany memang masih mengingat apa yang terjadi terakhir kali, yang Tiffany tidak paham adalah mengapa manajernya itu berada disini.

 

“Tapi aku sangat bersyukur kamu selamat, sungguh tuhan masih berbaik hati”. Lanjut sosok itu.

 

 

PLASS!!!!

 

 

Seperti ada guntur yang menyambar otaknya, seolah pisau menghujam jantungnya berkali-kali. Apa yang dikatakan oleh manajernya barusan sungguh membuat tubuhnya lemas. Tubuh Tiffany yang awalnya memang lemas sekarang semakin tidak bertenaga, tulangnya seolah-olah terlepas dari tubuhnya.

 

Apa yang sebenarnya terjadi, mengapa manajernya berkata seperti itu.

 

“Sse…selamat?”. Ucap Tiffany terbata, pertanyaan yang sebenarnya ditujukan kepada dirinya sendiri.

 

“Iya Tiffany, sangat melegakan bukan?, walaupun beberapa tubuhmu lebam dan lenganmu patah. Tetapi aku sangat berterima kasih kepada tuhan”.

 

Berterima kasih dia bilang?, dari sisi mana yang bisa dikatakan baik sampai-sampai Tiffany harus berterima kasih apalagi kepada tuhan. Tuhannya saja sudah tidak mengharapkan dirinya, terbukti dengan membiarkan Tiffany terjebak dalam dunia yang menjadi sumber penderitaannya.

 

Perlahan air mata Tiffany turun, Tiffany tidak tahu lagi harus diapakan hidupnya kini. Ketika Tuhan saja tidak mau menerimanya untuk berada di sisinya, ketika orang yang sangat dicintainya kini sudah menjadi sumber kehancurannya.

 

Tiffany semakin terisak, air mata sudah membasahi bantal yang Tiffany pakai. Tetapi bersamaan dengan isakan yang semakin keras, terasa lengannya semakin sakit karena guncangan dari isakan Tiffany

 

Tangan Tiffany pun terulur ke arah lengannya yang sedang dibungkus dengan gips itu, lalu dipukul-pukulnya lengan bergipsnya itu. Mencoba meredakan sakitnya itu, atau mungkin Tiffany berusaha melepaskan lengannya agar tidak merasakan sakit itu lagi.

 

Manajernya yang melihat apa yang terjadi pun dengan sigap menahan tangan Tiffany yang sedang memukul-mukul lengannya. Tiffany semakin keras menangis, bahkan di iringi umpatan-umpatan yang terdengar mencekam di penjuru ruangan itu. Tangisan dan umpatan yang di iringi dengan heningnya ruangan itu.

 

“Apa yang kamu pikirkan Tiffany?, kamu bisa memperparah keadaanmu”. Ucap sang manajer dengan panik.

 

“Biarkan aku mati, mengapa kamu tidak membiarkanku mati di tengah jalan saja”. Teriak Tiffany dengan tangisannya. Suaranya bahkan terdengar serak akibat tangisannya yang brutal.

 

“Apa yang kamu bicarakan?, bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian dengan kondisi seperti itu”. Jawab sang manajer dengan nada tingginya.

 

“Pak manajer, biarkan aku mati”. Ucap Tiffany dengan raut wajah memohon mendongak ke arah wajah manajernya itu.

 

“Kamu tahu aku benci kamu memanggilku seperti itu saat kita hanya berdua kan”. Ucap sang manajer dengan tajam.

 

“J…Jesse…”.

 

“Itu terdengar lebih baik”. Ucap manajernya itu dengan sedikit senyuman terukir di wajahnya.

 

“Jesse..selamatkan aku dari dunia terkutuk ini”. Ucap Tiffany dengan jemarinya yang terulur menggenggam jemari Jesse sang manajer.

 

“Apa yang terjadi padamu Tiffany?”. Sahut Jesse dengan tatapan sedih memandang wajah Tiffany.

 

Tiffany hanya dapat menggelengkan kepalanya. Jesse yang melihatnya pun hanya dapat menghela nafas.

 

“Apa ada keluargamu yang bisa aku hubungi?, harus ada yang merawatmu selama proses penyembuhanmu ini”.

 

“Aku tidak punya siapa-siapa, mereka semua mati”. Jawab Tiffany lalu memalingkan wajahnya menghindari tatapan Jesse.

 

“Maaf”. Ucap Jesse lirih, merasa semakin bersalah.

 

“Lalu kekasih cantikmu itu?, bukankah pada saat seperti ini dia bisa sangat diandalkan”.

 

Tiffany dengan cepat menolehkan kepalanya menatap Jesse dengan tajam, bagaimana bisa disaat seperti ini Jesse menyebut perempuan terkutuk itu.

 

“Jangan sebut-sebut orang itu lagi”. Ucap Tiffany dengan dingin. Jesse hanya dapat menghela nafas lagi melihat kelakuan Tiffany.

 

 

****

 

Tiffany duduk dengan pandangan kosong menatap taman kecil yang ada dihadapannya, dengan lengan yang masih diberi penyangga. Tiffany hanya dapat menghela nafas, Tiffany tidak dapat menikmati pemandangan yang indah di hadapannya ini.

 

Sudah sore hari tetapi Tiffany tidak berniat untuk beranjak dari duduknya, padahal sudah sedari siang tadi Tiffany duduk di taman ini tanpa memperdulikan panas yang menyengatnya. Seolah tubuhnya tidak dapat meleleh oleh sengatan matahari, Tiffany sudah tidak terlalu memperdulikan kondisi tubuhnya.

 

Sudah sekitar satu bulan Tiffany telah keluar dari rumah sakit, Tiffany sampai sekarang harus melakukan pemeriksaan rutin agar kondisi lengannya ini dapat terpantau terus.

 

Padahal kalau boleh jujur Tiffany tidak ingin direpotkan dengan pemeriksaan yang melelahkan, belum lagi perawatan rutin yang tidak boleh terlewatkan. Sungguh kalau saja Tiffany bisa, Tiffany benar-benar ingin melewatkan semua kerumitan ini.

 

Sesungguhnya Tiffany sudah ingin membunuh dirinya saat dirumah sakit itu, mungkin karena Tiffany sudah lelah atau agar Tiffany tidak membayar biaya operasi dan rumah sakitnya.

 

Sungguh biaya yang harus dikeluarkan Tiffany pasti sangat banyak mengingat Tiffany dirawat di kelas vip saat itu. Tetapi dengan mudahnya, manajernya itu yang sebut saja Jesse. Dengan mudahnya mau membayar semua biaya yang harusnya menjadi beban Tiffany, sampai saat ini pun Tiffany tidak pernah mengeluarkan dana untuk biaya perawatan dan pemeriksaannya.

 

Sungguh Tiffany tidak habis pikir dengan tingkah Jesse, mungkin saja Jesse memang merasa bertanggung jawab mengingat mobil Jesse yang telah menghantam Tiffany.

 

Tetapi yang dilakukan Jesse saat ini menurut Tiffany sudah berlebihan, bagaimana bisa Tiffany sekarang harus tinggal di rumah milik Jesse. Jesse yang menemukan Tiffany sedang berkeliaran di trotoar setelah keluar dari rumah sakit langsung saja membawa Tiffany ke rumah Jesse tanpa mau mendengar penjelasan dari mulut Tiffany.

 

Dan di sinilah Tiffany, terjebak dalam rumah manajernya yang menyebalkan dan selalu membuatnya lembur sampai hampir tengah malam. Jesse bahkan tidak membiarkan Tiffany mengambil pakaian di apartemennya, Tiffany bahkan dua hari pertama tinggal dirumah Jesse dengan memakai pakaian Jesse yang jelas kebesaran untuknya sebelum datang beberapa baju untuk Tiffany yang entah dari mana.

 

Mengingat apartemennya itu mengingatkannya pula pada Taeyeon yang bahkan Tiffany tidak tahu apa yang sedang Taeyeon lakukan saat ini, apakah Taeyeon memikirkannya saat ini. Apakah Taeyeon mencarinya, mengingat Tiffany bahkan menghilang selama satu bulan tanpa jejak apapun.

 

Tiffany dalam pikirannya yang melarutkannya jelas tidak menyadari ada sosok yang memperhatikan punggung Tiffany sedari tadi dari arah belakang Tiffany. Perlahan sosok itu pun mendekati Tiffany dan segera mengulurkan tangannya dan sedikit membungkukkan badannya menyamakan posisi dengan Tiffany yang sedang duduk. Sosok itu pun memeluk Tiffany dari belakang dengan lembut, tidak ingin mengganggu posisi tangan Tiffany yang sedang lemah.

 

“Sedang menungguku pulang hmm?”

 

Tiffany dengan sedikit terkejut pun menolehkan pandangannya ke sosok tersebut untuk melihat wajah sosok yang sedang mendekapnya dari belakang itu. Tiffany tentu hafal dengan suara sosok yang sudah beberapa lama selalu membuatnya tertekan dengan pekerjaan-pekerjaan yang sangat menguras waktunya itu.

 

“Hanya di mimpimu pak manajer”. Jawab Tiffany datar.

 

“Oohh kamu membuatku patah hati, setidaknya berbaik hatilah kepadaku di hari yang melelahkan ini”. Kata Jesse dengan wajah dibuat sedih. Sekarang Jesse sudah melepaskan dekapannya dan memilih untuk duduk di samping Tiffany.

 

“Kamu harusnya tau, aku bukan dalam posisi yang dapat berbuat baik apalagi dengan orang seperti kamu”.

 

“Tiffany…”.

 

“Its true…”. Jawab Tiffany masih dengan wajah datarnya

 

Jesse hanya dapat menghela nafas berat. Selalu akan berakhir seperti ini, Tiffany yang selalu menyalahkannya karena dianggap penghalang untuk Tiffany yang katanya ingin meraih kebahagiaannya.

 

Entahlah, Jesse sama sekali tidak faham. Kalau memang Tiffany ingin meraih kebahagiaannya, mengapa Tiffany malah memilih untuk selalu mengakhiri hidupnya kapanpun ada kesempatan. Seolah menyayat nadinya adalah hasrat yang sekarang ini Tiffany inginkan.

 

Entah masalah apa yang sekarang Tiffany hadapi, Jesse sendiri tidak paham dan Jesse memang selama ini tidak pernah menanyakannya kepada Tiffany. Jesse memang penasaran, jelas. Tetapi Jesse tidak ingin memaksa Tiffany bercerita apalagi dengan kondisi Tiffany yang lemah seperti sekarang. Jesse hanya bisa menjaga Tiffany dengan sebisa mungkin walaupun Tiffany sendiri tidak ingin dijaga.

 

Tapi yang Jesse tahu, hubungun Tiffany dan pacarnya itu sekarang sedang tidak baik. Terbukti Tiffany yang sekalipun tidak pernah berniat menghubungi kekasihnya itu selama Tiffany tinggal dengan Jesse. Dan saat Tiffany keluar dari rumah sakit, lebih tepatnya Tiffany yang melarikan diri.

 

Bukannya pulang ke tempat tinggalnya, Tiffany malah lebih memilih berkeliaran padahal kondisi tubuh Tiffany saat itu sama sekali tidak baik.

 

“Ayo kita masuk, perutku benar-benar lapar. Mungkin aku bisa memakan seekor kuda nil kalau kita tetap duduk di sini terus”. Ucap Jesse sambil berlalu.

 

Tiffany yang mendengar hanya diam saja tanpa ada kemauan untuk bergerak.

 

Jesse yang merasa tidak ada langkah kaki yang mengikutinya pun menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat dimana Tiffany. Dan benar saja, Tiffany tidak pernah bisa diajak bicara dengan menggunakan kata-kata. Sungguh menguji kesabaran Jesse.

 

Jesse dengan langkah mantap kembali ke tempat Tiffany duduk masih dengan pandangan kosongnya. Dengan cekatan Jesse membungkukkan sedikit badannya di depan Tiffany dan mengulurkan tangannya ke punggung dan paha Tiffany.

 

Dan dengan cepat Tiffany pun sudah berpindah ke dalam gendongan Jesse, Tiffany yang hanya bisa memekik mendapatkan perlakuan Jesse itu. Jesse dengan hati-hati merengkuh tubuh Tiffany agar tidak menyentuh balutan yang ada di lengan Tiffany.

 

Tiffany entah mengapa hanya bisa diam melihat perlakuan Jesse yang bisa dibilang berlebihan ini. Mungin karena tubuh Tiffany yang sudah terbiasa mendapat perlakuan Jesse ini, karena memang ini bukanlah pertama kalinya Tiffany digendong dengan gaya pengantin oleh Jesse seperti ini.

 

Saat Tiffany tidak mau mendengar apa yang Jesse perintahkan seperti barusan, maka Jesse dengan tiba-tiba akan menggendongnya tanpa beban. Seolah tubuh mereka memang sudah terbiasa bersentuhan dengan seintim itu, walau nyatanya mereka hanyalah rekan kerja yang hanya terikat erat oleh padatnya pekerjaan mereka.

 

Awalnya Tiffany memang selalu berontak setiap mendapatkan sentuhan berlebihan dari Jesse, tapi lambat laun Tiffany menyerah karena Jesse yang tidak akan terpengaruh dengan penolakan-penolakan dari Tiffany. Seolah apapun yang dikatakan oleh Tiffany tidak pernah ada artinya untuk Jesse.

 

 

 

 

Tbc..

 

 

***

 

Hei…

 

Update menjelang weekend nih

Buat yang pada jomblo, biar gak ngenes pas sabtuan besok dan nyumpain bakal ada hujan deres biar yang ngedate jadi batal. 😀

 

Gimana feelnya?kayaknya bagusan chap 1 ya feelnya?

 

Mungkin satu atau dua chap lagi udah selesai, saya udah bilang kan kalau ini short story 🙂

 

Oh iya, sebelumnya saya bakal bilang. Mungkin setelah2 ini, saya bakal agak ‘kesulitan’ buat nulis atau ngepost fanfic. Jadi kalo misalnya saya tiba2 ilang dan tiba2 dateng, atau mungkin gak dateng sama sekali. Itu berarti saya mutusin buat gak nulis lagi, walaupun nulis ff ini adalah dunia baru saya yg sedikit saya nikmati.

 

Kalo boleh ngomong sih, di dunia nyata saya. Gak ada satu orang pun yg tau atau saya kasih tau tentang saya punya wp ini. Jadi ini semacam dunia rahasia saya lah. Dan saya mungkin gak ada niatan buat orang sekitar saya tau kalo saya punya kayak gini.

Memang ada yg tau kalo saya suka baca ff, tapi kalo soal nulis. Saya masih diem aja, saya rasa itu bukan hal yg saya bisa share ke orang lain.

Jadi kalo misalnya saya gak nyelesaiin ff yg belum tamat, atau saya punya salah dalam bales komentar atau dalam nulis ff saya minta maaf. Tapi saya berusaha buat nyelesaiin tulisan saya.

Saya bilang berusaha ya, kalau emang gak selesai ya berarti waktu saya buat nulis itu udah abis.

Oke, ini author note yg panjang dan gak berisi. Thanks for support

 

 

 

 

 

 

 

10 thoughts on “Last pray chapter 2”

  1. Yg sabar jesse suatu hari pasti tiffany bakalan ngebuaka hati nya .

    Yeyyyy…..🙌 Jessi jadi cowok seneng nya. Apalagi kalau karakternya itu jadi cowok dingin dan arogan. Kebayangin ekspresi nya yg flat dan so cool bikin ngegemesin.

    Sayang banget kan kalau seandai nya author berhenti nulis dan belum nyelesain yg udah ada. Readers nya pasti pada penasaran.

    Emang nya kenapa author mau berhenti nulis?

    Like

  2. Lah lah yang ada para jomblo makin baper di kasih beginian sweet banget ampunnn hahahaha
    Gue pikir itu jessie bakalan jadi dokter yang ngerawat fany soalnya jarang jarang doa jadi cowo kan taunya dia jadi pak manajer,
    Tiff jangan mau mati dong entar nyesel ga bisa ketemu jesse lagi hahahaha
    Yah yah jangan berhenti dong tpi yasudahlah itu keputusanmu kok thor gue sebagai pembaca hanya bisa bilang semangatt dan ngikut aja hahahaha

    Like

  3. kejut nya bukan gr2 tiffany belum mati, tp kejut nya karna JESSI JADI COWOK?!!! ooomygadddd thorrrrrr *patahhati💔💔💔💔💔💔💔💔 , seharus nya itu ‘bu’manager huaaaaaa😢😥😱😭😭😭😭😭

    Like

  4. hi author-nim. wow genderbender hahaha mantap jiwa. benih benih cinta mulai tumbuh tuh sekitar 15% wkwkwk. oh jadi jessi udh tau klo tiff pacaran sama teyon

    Like

  5. Wah jessie jadi cowok.. ahh~ jesse..
    Wihhh keren banget jesse. Ahh~ moment jeti.. jesse gendong tiffy bridal style.
    Aku gk bisa ngomong2 apa2 lagi..
    Karna udh keren banget..
    Fighting always kk..
    Thanks

    Like

  6. Jesse,, wahh jd cwok, jdi smkin gentle klu sdh dgn tiffany,,tiff sllu slahkan jesse pdhl jesse gk salah,,
    😏😏😏

    Like

  7. Kyaaaaaaa Jesse keren, nanti lama lama
    Juga Fany bakalan tergila gila sama kamu Jess…btw gw berharap author nya cuma Hiatus doang, dan gak bakalan ninggalin WP ini

    Like

Leave a comment